Welcome to My Island

Welcome to My Bibliotheca

Rabu, 13 Juli 2016

UNEXPECTED LIFE [PART 2]



Malam ini kami semua makan di salah satu restoran chinese food dekat apartemen. Aku duduk disebelah Angel, didepanku Louis dan sebelahnya Feli. Kami memesan berbagai makanan dimsum. Sambil menunggu pesanan datang, Louis tiba-tiba bertanya. "So, kalian baru pulang dari Amerika?"

        Aku hanya diam saja. Ku biarkan Angel yang menjawab. "Ya"
       "Kalian kerja disana? Apa profesi kalian?" dia bertanya lagi.
       "Kami bekerja di perusahaan asing milik China disana sebagai penerjemah. Aku dan Mita berbeda perusahaan, tapi profesi kami sama."
      "Jadi kalian bisa berbahasa mandarin?"
      "Ya"
Aku hanya diam dari tadi mendengar percakapan dua orang itu. Kalian bertanya-tanya mengapa aku diam saja? Ini karena kejadian tadi sore.

*flashback*

      "Siapa? Aku?"
       Aku menoleh ke arah pintu dan ternyata orang yang sedang kami bicarakan sudah berdiri disana. Aku tidak tahu sudah berapa lama dia disana, dan apa saja yang dia dengar.
      Jadi aku memutuskan untuk menjawab "Bukan!". Aku mengeluarkan suara yang keras untuk menutupi rasa gugupku.
     "Benarkah? Jadi siapa orang yang memiliki kelainan seksual yang mau tinggal satu atap dengan para wanita?" Dia mengatakannya sambil berjalan kearahku sambil mengangkat sebelah bibirnya membentuk senyuman. Senyuman menyebalkan.
      Aku berfikir sejenak. Dia mendengar semuanya, Damn!
     "Bukan siapa-siapa" Aku langsung berlari menuju kamarku dan menutup pintu. Astaga! Dia mendengar semuanya. Dimana lagi aku harus meletakkan mukaku. Ku hempaskan tubuhku ke kasur. Lebih baik aku tidak ikut makan malam hari ini.
     Tak lama aku mendengar pintuku diketuk.
     "Siapa?"
     "Feli, Mi"
      Aku berjalan ke arah pintu dan kubuka. Feli masuk dan langsung kututup pintunya.
     Dia duduk diatas kasurku dan menatapku sambil tersenyum geli.
    "Apa?" aku tidak tahan melihat senyumnya.
    "Tidak apa-apa. Jadi kau tetap ikut kan malam ini?" tanyanya. Dia tahu kalau aku bermaksud menghindari makan malam hari ini.
    "Entahlah"
     "Ayolah mit, dia tidak akan mempermasalahkan apa yang kau katakan tadi. Dia orang yang menyenangkan. Kurasa dia sendiri pun akan tertawa karena dianggap seperti itu."
    Dia pasti gila, itu pikiranku. Siapa yang akan tertawa jika dirinya dianggap homo.
    "Disini tidak ada makanan mi. Dan restoran yang buka hanya chinese food dekat sini. Kita akan makan disana. Dimsum mereka sangat enak."
    "Oke". Aku menghela nafas dan pasrah. Tidak mungkin aku menahan lapar hanya karena rasa malu kan?
    "Fine. Aku mau siap-siap" Feli melangkah keluar pintu dan menutupnya. 

*****

     "Jadi setelah ini, kalian ingin melakukan apa?" Louis masih melanjutkan pertanyaannya.
     "Kami sedang mencari tahu..." Angel menjawab sambil melirik kearahku.
     "Mi, kenapa kau diam saja?" Giliran Feli yang bertanya.
     "Aku lapar" jawabku singkat.
      Tak lama dimsum-dimsum kami datang. Benar yang Feli katakan, sepertinya enak. Baunya harum sekali. Perutku sedari tadi sudah berteriak minta diisi. Aku dan Angel melewatkan jam makan siang tadi karena kami lebih memilih tidur.
     Selesai makan kami langsung pulang ke apartemen. Kami semua duduk di ruang TV. Feli yang pertama kali membuka suara
     "Okay, karena mulai sekarang kita akan tinggal bersama, jadi kita perlu berdiskusi. Apa kau setuju Lou?" ia menoleh ke arah Louis yang sedang memencet remote TV.
     "Silahkan. Aku tidak keberatan"
      "Mi kau boleh memulai kalau kau mau", Feli menawarkanku untuk membuka diskusinya. Aku membenarkan posisi dudukku.
      "Ehm.. sebelumnya aku ingin mengatakan bahwa aku tidak pernah tinggal bersama dengan pria asing selain keluargaku. Jadi aku ingin mengajukan, tidak boleh membawa pacar kedalam kamar" Aku melihat mereka semua sekilas dan menarik napas kemudian menghembuskan. Louis menatapku dengan ... entah aku tidak tahu tatapan apa itu. Mungkin dia merasa keberatan. Dia tidak menatap TV lagi sekarang.
     "Setuju!" Angel dan Feli mengatakan secara besamaan.
      "Aku juga" Louis membuka suaranya.
     "Kau setuju?" tanyaku pada Louis.
     " Ya. Kenapa tidak?" Louis sengaja memancingku. Pria ini mengesalkan.
       Aku melanjutkan diskusinya. "Aku merasa ada baiknya kita memasak makanan sendiri, jadi tidak perlu selalu membeli diluar. Kita akan ada jadwal memasak bergilir. Begitu juga dengan membersihkan apartemen"
     "Bagaimana kita membayar seseorang untuk membersihkan apartemen?" sekarang Louis yang membuka suaranya.
     "Bukan ide yang bagus karena .." Feli langsung memotong kata-kataku "Aku setuju!" dan diikuti oleh Angel.
     "Aku juga. Aku tidak mungkin masuk ke kamar Louis mi"
     Benar juga. Tidak terpikirkan olehku.
     "Baiklah aku setuju yang itu."
     "Sudah tidak ada lagi kan? Aku mau tidur. Besok kembali kerja." Feli berdiri dari posisinya dan pergi ke kamarnya.
     "Aku juga sudah mengantuk" Angel pun melakukan hal yang sama.
      Kini hanya aku dan Louis di ruang TV. Louis melanjutkan kegiatannya mencari siaran yang menurutnya bagus. Aku? Aku memainkan ponselku. 5 menit berlalu, tidak ada suara apapun kecuali suara TV.  Aku tidak tahan suasana ini.
     "Ehm! Aku... minta maaf untuk kata-kata ku sore tadi. Aku... cuma berusaha berfikir..."
     "Logis?" dia menyelaku.
     "Ya" Aku menjawab jujur. Dia menatapku sesaat kemudian kembali menatap TV.
     "Diterima." Aku merasa dia malas berdebat denganku.
     "Jadi pacar wanitamu setuju kau tinggal bersama kami?" aku mencoba bertanya lagi dan sengaja menekankan kata 'wanita' untuk meyankinkan diri kalau memang dia tidak homo.
     "Ya gadisku Tidak sepenuhnya setuju, tapi tidak bisa tidak setuju" dia menyeringai kearahku. Dia tahu maksudku dan dengan segaja mengganti 'wanita' menjadi 'gadis'.
      Jawaban macam apa itu. Apa dia tidak bisa berfikir tentang perasaan wanitanya? Bagaimana ia bisa tidur dengan nyenyak bila memikirkan prianya sedang tinggal bersama wanita lain. Sudahlah. Aku tidak mau peduli lagi.
      "Kau tahu, aku hanya tidak ingin ada pertengkaran dirumah ini. Aku takut dia tiba-tiba datang dan marah-marah. " dan mengusir, batinku.
      "Tidak akan. Tenang saja" Lou memberikanku senyuman yang membuatku percaya semua akan baik-baik saja.
      "Okay kalau begitu, aku tidur dulu. Bye" Aku beranjak dari kursi dan menuju kamarku.

-----

       Aku melihat ke arah jam, sekarang waktu menunjukkan pukul 10 malam. Ini masih terlalu pagi untuk tidur. Aku meraih ponselku dan mencari kontak ibuku. Aku belum cerita banyak tentang kepulanganku padanya. Nada sambung ketiga dia langsung mengangkat.
      "Hai mom"
      "Hai, kau sudah makan malam?"
     "Sudah mom, ini sudah jam 10 malam. Kau belum tidur?" aku memejamkan mataku sambil berbicara dengan mom.
     "Aku baru saja mau tidur. Kapan kau akan pulang ke Hampton?"
     "Aku tidak tahu mom, kalau kalian rindu padaku kalian bisa datang kemari." Hampton, kota kecil yang penuh kenangan tentang aku dan dia.
     "Kembalilah secepat mungkin, kau tidak bisa selalu menghindarinya nak"
     "Aku tahu. Aku akan kembali kalau aku sudah siap. Aku akan kabari kau lagi nanti. Sampaikan salamku untuk dad dan Chris"
     "Ya, jaga dirimu baik-baik disana"
      "Love you, mom" aku mematikan sambungan telpon itu. Dadaku tiba-tiba merasa sesak. Mengingat kata Hampton. Apa yang dia lakukan sekarang? Apa dia baik-baik saja? Apa aku sudah membuatnya menderita?
Aku menangis dan kemudian tertidur.



Note : Please visit my wattpad if you want to read more or click here.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar